Sosok  

Wahrul Fauzi Silalahi: pemilih milenial tidak suka pencitraan

Wahrul Fauzi Silalahi: pemilih milenial tidak suka pencitraan
Ketua IPSI (Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia) Kabupaten Lampung Selatan, Wahrul Fauzi Silalahi. Foto: Josua Napitupulu

KIRKA – Wahrul Fauzi Silalahi Si Pengacara Rakyat menilai pemilih milenial tidak suka dengan pencitraan yang dilakukan tokoh-tokoh politik di media sosial.

“Jangan cuma main medsos pencitraan. Ngapain bagi-bagi amplop dan beras kalau tidak dekat dengan rakyat. Apalagi ini tahun politik, tahun pencitraan,” kata Wahrul saat ditemui di Kantor Hukum WFS dan Rekan, Bandar Lampung, Jumat, 17 Februari 2023.

Dia berharap para calon pemimpin dan wakil rakyat bisa memberikan pendidikan politik yang baik kepada pemilih milenial.

“Kalau semua elemen civil society bersatu memberikan pendidikan politik yang benar maka partisipasi pemilih milenial dalam memilih pemimpin akan baik,” ujar dia.

Calon pemimpin dan wakil rakyat diharapkan tidak menjadikan pemilih milenial hanya sebatas objek pemilu demi perolehan suara.

“Kita jangan ada maunya mendekati mereka. Namanya pemuda, lebih energik, lebih visioner,” kata dia.

Menurut alumni Fakultas Hukum Universitas Lampung ini, pemilih milenial cenderung apatis dengan politik.

Sehingga dibutuhkan pendekatan khusus untuk bisa menggalang kekuatan elektoral pemilih milenial.

“Pemuda hari ini agak lebih kritis. Jadi tidak bisa lagi melakukan pencitraan-pencitraan di media sosial,” ujar Ketua IPSI (Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia) Kabupaten Lampung Selatan ini.

Wahrul Fauzi Silalahi mengajak kontestan pemilu mengedepankan dialog intelektual untuk membangun kesadaran politik pemilih milenial agar tidak golput pada hari pemungutan suara 14 Februari 2024 mendatang.

“Visi misi pemimpinnya harus jelas bagaimana memberdayakan pemuda sesuai dengan potensi yang mereka miliki,” kata Wahrul.

Mantan Ketua LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Kota Bandar Lampung ini melihat kelompok pemuda menginginkan seorang pemimpin yang memiliki integritas, bekerja, dan berkarya.

“Bukan hanya milenial saja yang apatis sebenarnya, tapi juga kaum buruh, kaum tani, kaum miskin kota. Karena setelah mereka memilih, orang yang mereka pilih jarang hadir di tengah kegelisahan yang mereka hadapi,” jelas dia.

Wahrul menuturkan strategi yang bisa diterapkan untuk menggaet simpati pemilih milenial adalah dengan mendengarkan aspirasi, kegelisahan, dan membersamai mereka dalam aksi-aksi sosial melalui organisasi kepemudaan.

“Kalau betul kita tulus dan ikhlas membangun gerakan pemuda, mereka akan memberikan yang terbaik untuk para calon wakil rakyat dan pemimpin yang memang dekat dengan mereka,” kata dia.

Anggota DPRD Provinsi Lampung ini mengajak pemilih milenial untuk melek politik dan jeli melihat mana pemimpin yang natural dan pemimpin yang bohong-bohongan.

Baca Juga: Pemilih Pemula di Lampung Diharapkan Melek Politik

Bagi Wahrul, gerakan politik pemuda sangat dibutuhkan untuk melakukan perubahan dan perbaikan dalam pembangunan di masa depan.

“Jangan sampai mereka melakukan politik golongan putih. Ini disayangkan. Ini tugas kita semua, tugas para calon, tugas parpol, tugas akademisi, khususnya tugas penyelenggara,” pungkas Wahrul.

Pemilu 2024 didominasi pemilih milenial.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebutkan jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 318,9 juta jiwa pada 2024.

Dari jumlah itu, sebanyak 21,73 juta penduduk berusia 15-19 tahun. Kemudian, sebanyak 21,94 juta penduduk berada di rentang usia 20-24 tahun.

Untuk penduduk berusia 25-29 tahun dan 30-34 tahun masing-masing sebanyak 21,73 juta orang dan 21,46 juta orang.

Selanjutnya, 21,04 juta orang berada di rentang umur 35-39 tahun.

Berdasarkan data tersebut, diperkirakan Pemilu 2024 akan didominasi oleh generasi Z dan milenial yang berada di rentang usia 17-39 tahun.

Pun di Provinsi Lampung. Jumlah mereka mencapai 60% dari 5.703.750 data pemilih berkelanjutan (DPB) per September 2022.

Baca Juga: Potensi Pemilih Baru Bandar Lampung 108 Ribu Jiwa