Sosok  

Pengentasan Kemiskinan di Lampung Perlu Dievaluasi

Pengentasan Kemiskinan di Lampung Perlu Dievaluasi
Dosen Jurusan Administrasi Negara Universitas Lampung, Dr Dedy Hermawan, menyampaikan pengentasan kemiskinan di Lampung perlu dievaluasi, Kamis (3/11). Foto: Josua Napitupulu

KIRKA – Program pengentasan kemiskinan di Lampung perlu dievaluasi untuk mencapai angka kemiskinan nasional sebesar 0 persen di tahun 2024.

Berdasarkan Keputusan Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI Nomor 25 Tahun 2022 tentang Kabupaten/Kota Prioritas Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem Tahun 2022-2024.

Provinsi Lampung dengan 15 kabupaten/kota menjadi satu dari 25 provinsi di Indonesia yang masuk wilayah kemiskinan ekstrem.

Pemerintah Indonesia berencana untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem di 212 kabupaten/kota yang terletak di 25 provinsi, hingga akhir tahun ini.

Baca Juga: 25 Desa Kategori Miskin Ekstrem di Lampung Selatan Harus Diseriusi

Akademisi Universitas Lampung (Unila), Dr Dedy Hermawan, mengatakan implementasi program pengentasan kemiskinan di Provinsi Lampung perlu dievaluasi.

“Saya khawatir, sumber daya program kegiatan dan anggaran tidak maksimal menyentuh masalah akar kemiskinan di lapangan,” kata dia di Bandar Lampung pada Kamis, 3 November 2022.

Menurut Dosen Jurusan Administrasi Negara Unila ini, pemerintah provinsi perlu memetakan persoalan kemiskinan di Lampung.

“Kita harus bisa memastikan akar permasalahan kemiskinan di Indonesia, khususnya di Provinsi Lampung, agar program dan kegiatan yang ada menyentuh hal itu,” ujar dia.

Dedy Hermawan menjelaskan kemiskinan ekstrem bisa disebabkan oleh kemiskinan budaya dan kemiskinan terstruktur.

“Apakah pemberian bantuan-bantuan itu bisa menyelesaikan permasalahan kemiskinan secara mendasar?” Tegas dia.

Program pengentasan kemiskinan melalui pemberian bantuan sosial dan jaminan sosial perlu dievaluasi agar dapat menyelesaikan kemiskinan secara mendasar. 

“Jangan-jangan kemiskinan budaya itu yang mengendap di bawah,” kata Dedy Hermawan.

Sehingga, lanjut dia, berbagai program bantuan tidak menyelesaikan masalah yang ada.

“Atau kemiskinan struktural karena kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap pengentasan kemiskinan,” ujar dia.