Price Book Value dan Price Earning Ratio

Price Book Value dan Price Earning Ratio
Bursa Efek Indonesia (BEI). Foto: Istimewa

KIRKA – Price Book Value dan Price Earning Ratio merupakan rasio yang paling umum digunakan oleh kalangan investor untuk menilai valuasi perusahaan.

Selain Price Book Value dan Price Earning Ratio ada juga PER to growth, EV/EBITDA, RNAV dan DCF.

Orang-orang seringkali mendefinisikan valuasi sebagai harga. Padahal valuasi berbeda dengan harga.

Harga adalah sesuatu yang harus dibayarkan, sedangkan valuasi adalah nilai yang akan didapatkan.

Valuasi adalah nilai wajar dari sebuah perusahaan, jika perusahaan tersebut dijual.

Jadi, valuasi saham erat kaitannya dengan nilai intrinsik alias nilai wajar dari sebuah saham.

Sedangkan harga saham merupakan harga yang ditawarkan di pasar.

Harga saham bisa lebih tinggi dari nilai wajar sebuah saham, atau lebih rendah daripada nilai wajar.

Berikut uraian Price Book Value yang bagus dan Price Earning Ratio ideal saham.

Price Book Value Saham yang Bagus

Price Book Value saham yang bagus sebenarnya adalah di bawah 1 yang mengartikan bahwa harga suatu saham sedang dalam kondisi undervalued sehingga merupakan waktu cocok untuk kita beli.

Begitu juga sebaliknya, apabila nilai Price Book Value (PBV) berada di atas 1, maka saham tersebut sedang berada dalam kondisi overvalued.

Melalui analisis PBV dapat mengetahui seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu perusahaan.

Semakin tinggi rasio PBV suatu perusahaan berarti semakin tinggi pula kepercayaan pasar akan prospek perusahaan tersebut.

Cara interpretasi harga wajar saham dengan PBV adalah bahwa harga suatu saham akan dianggap wajar (fairvalue) ketika nilai PBV = 1.

Dengan kata lain, harga saham harus setara (sama) dengan nilai bukunya. Saham dengan PBV lebih besar dari 1 dianggap mahal (overvalued).

Price Earning Ratio Ideal Saham

Price Earning Ratio ideal saham bila dilihat dari nilai PER ideal mulai dari 20 sampai 25 kali lipat penghasilan.

Namun, nilai tersebut harus disesuaikan dengan sektor usaha yang dioperasikan. Sebagai contoh, rata-rata nilai Price Earning Ratio (PER) perusahaan alat rumah tangga adalah 24.

Bagaimana bila PER saham minus, bila Price Earning Ratio sebuah perusahaan rendah artinya mereka undervalued karena harga saham mereka relatif rendah daripada harga patokan.

Kesalahan harga ini akan menjadi tawaran besar dan akan mendorong investor untuk membeli saham sebelum pasar mengoreksinya.

Price Earning Ratio yang baik adalah yang bernilai kecil dibandingkan dengan PER perusahaan lain dalam sektor serupa.

Ketika nilai PER kecil, maka harga saham relatif murah untuk dibeli investor dan semakin baik pula kinerja per lembar saham dalam menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.

Baca Juga: 5 Ruas Jalan Tol Trans Sumatera Rampung di 2023