KIRKA – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyatakan telah menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap terhadap 66 orang unsur penyelenggara pemilu selama tahun 2024 akibat berbagai jenis pelanggaran.
“Yang diberhentikan tetap itu 66 orang, baik itu dari unsur penyelenggara pusat maupun sampai tingkat daerah,” ujar Ketua DKPP Heddy Lugito dalam konferensi pers Laporan Kinerja DKPP Tahun 2024, di Yogyakarta, Jumat malam.
Selain sanksi pemberhentian tetap, DKPP juga menjatuhkan sanksi pemberhentian jabatan kepada 15 penyelenggara pemilu. “Misalnya jabatan Ketua KPU. Seperti yang terakhir di Jawa Barat, Ketua KPU Jawa Barat diberhentikan sebagai ketua, tapi tetap menjadi anggota,” jelas Heddy.
Heddy mengungkapkan bahwa mayoritas dari 66 orang yang diberhentikan tetap tidak memenuhi syarat sebagai penyelenggara pemilu. “Biasanya ini terkait seleksi. Mereka masih anggota partai politik, tetapi ternyata menjadi anggota KPU,” katanya.
Selain itu, penyebab utama lainnya adalah manipulasi suara yang mengubah hasil pemilu. “Ini menjadi perhatian kita semua bahwa masih ada oknum KPU maupun Bawaslu yang menggadaikan integritas dengan menggeser suara,” tambah Heddy.
Beberapa pelanggaran lain yang menyebabkan pemberhentian tetap meliputi kasus asusila dan suap. “Kasus asusila ini celakanya sering terjadi saat tahapan pemilu sedang sibuk-sibuknya. Selain itu, suap juga sering terjadi baik saat penghitungan suara maupun sebelum penghitungan dilakukan,” ujarnya.
Selama periode Januari hingga 9 Desember 2024, DKPP telah menerima 687 pengaduan terkait dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP). Pengaduan terbanyak tercatat pada bulan Maret dengan 98 pengaduan, disusul Mei (79), Oktober (73), April (72), dan November (72).
“DKPP sudah sangat maksimal menjalankan tugas, fungsi, dan kewajibannya sebagai lembaga yang menjaga marwah, kemandirian, dan kredibilitas penyelenggara pemilu di tahun politik ini,” kata Heddy Lugito.