KIRKA – Terdakwa Budi Said, pengusaha sekaligus crazy rich Surabaya, menghadapi tuntutan pidana penjara selama 16 tahun dalam kasus dugaan korupsi terkait jual beli logam mulia emas PT Antam Tbk. (Antam).
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Budi Said dengan pidana penjara selama 16 tahun,” ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung Nurachman Adikusumo di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Jumat.
Selain hukuman penjara, Budi Said juga dituntut membayar denda sebesar Rp1 miliar. Jika denda tersebut tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.
Tuntutan Ganti Rugi Triliunan Rupiah
JPU meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar 58,13 kilogram emas Antam senilai Rp35,07 miliar dan 1.136 kilogram emas Antam senilai Rp1,07 triliun, sesuai harga pokok produksi emas Antam per Desember 2023.
“Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut,” jelas JPU.
Tuduhan Korupsi dan Pencucian Uang
JPU menuntut hakim menyatakan Budi Said bersalah atas tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Selain itu, ia juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) berdasarkan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Pada sidang yang sama, JPU menuntut mantan General Manager Antam, Abdul Hadi Aviciena, dengan pidana penjara 7 tahun dan denda Rp500 juta, subsider 3 bulan kurungan.
Modus Operandi dan Kerugian Negara
Dalam kasus ini, Budi Said didakwa menerima selisih lebih emas Antam sebesar 58,13 kilogram atau senilai Rp35,07 miliar, yang tidak sesuai dengan faktur penjualan emas dan tanpa pembayaran ke Antam. Perbuatannya merugikan keuangan negara hingga Rp1,07 triliun.
Selain itu, terdapat kewajiban kekurangan serah emas Antam dari Antam kepada Budi Said sebanyak 1.136 kilogram berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 1666 K/Pdt/2022 tanggal 29 Juni 2022.
Strategi Menyamarkan Hasil Korupsi
Budi Said juga diduga menyamarkan hasil korupsinya dengan mengalihkan dana ke berbagai transaksi, termasuk menempatkannya sebagai modal pada CV Bahari Sentosa Alam.
Atas perbuatannya, ia didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.