Hukum  

Aditya Karjanto Divonis Bayar Rp686 Juta Lebih

Tangkapan Layar Dokumen Putusan Banding Aditya Karjanto Terdakwa Perkara Korupsi Pengadaan Randis Lampung Timur 2016. Foto Eka Putra

KIRKA – Aditya Karjanto divonis oleh Hakim PT Tanjungkarang membayar sejumlah Kerugian Negara dua kali lebih besar dari putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim PN Tanjungkarang, yakni sebesar Rp686 juta lebih.

Putusan tersebut dibacakan oleh Majelis Hakim PT Tanjungkarang yang diketuai oleh Nur Aslam Bustaman, Senin 3 mei 2021 kemarin dengan putusan menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada terdakwa Aditya Karjanto selama satu tahun.

Menjatuhkan pidana denda terhadap terdakwa perkara korupsi pengadaan Kendaraan Dinas Bupati dan Wakil Bupati Lampung Timur tersebut sebesar Rp50 juta dengan subsidair denda yakni penjara selama tiga bulan.

Menghukum terdakwa Aditya Karjanto membayar uang pengganti Kerugian Negara sebesar total Rp686.911.670 (Enam ratus juta sembilan ratus sebelas ribu enam ratus tujuh puluh rupiah), dengan subsidair yakni penjara selama enam bulan.

Diketahui vonis banding tersebut hampir sama dengan putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim PN Tanjungkarang yang diketuai oleh Efiyanto D pada april lalu, namun saat itu dengan putusan uang pengganti yang lebih kecil yakni sebesar total Rp394.000.095 (Tiga ratus sembilan puluh empat juta sembilan puluh lima rupiah).

Aditya Karjanto merupakan seorang rekanan dalam proyek pengadaan Randis Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lampung Timur pada tahun anggaran 2016, yang dalam perkara ini dirinya berstatus selaku Direktur Utama perusahaan rekanan yakni PT. Top Cars Indonesia.

Ia didakwa telah bekerja sama dengan dua terdakwa lainnya yakni Dadan Darmansyah selaku Ketua Pokja, serta Suherni selaku Pejabat Pembuat Komitmen, yang dianggap telah bekerjasama dalam pemenangan pengadaan mobil Toyota Harrier dan Land Cruiser Prado dengan nilai pagu anggaran sebesar Rp2,6 miliar.

Sejak awal penetapan tersangka dalam kasusnya, perhitungan Kerugian Negara menjadi hal yang dipermasalahkan oleh ketiganya, hasil audit tidak dianggap sah oleh pihaknya lantaran Kejaksaan Tinggi Lampung menggunakan jasa perhitungan dari Auditor Independen Publik, bukan mengacu pada Badan Pemeriksa Keuangan atau Lembaga lain yang biasa digunakan.