KIRKA – PSSI harus contoh Jepang dalam pengembangan usia dini sepak bola, Liga Pelajar jadi pondasi timnas.
Jepang memiliki Liga Pelajar sumber kekuatan Timnas terbaik di Asia bahkan dunia saat ini.
PSSI bisa mencontoh Liga Pelajar buatan Nihon Sakkā Kyōkai atau Japan Football Association (JFA).
“Contoh Jepang saja, kalau mencontoh Belanda kejauhan,” ujar Syaiful Amri mantan jurnalis olah raga, Kamis 26 Juni 2026.
Dikatakan mantan jurnalis Jawa Pos Group itu, liga pelajar Jepang sejak tahun 1917. Tahun 2024 merupakan edisi ke-103 kompetisi di negara Sakura itu.
Kontradiktif dengan Indonesia, sepak bola usia dini hanya lips servis atau pemanis saja.
Padahal potensi begitu besar selaras dengan jumlah penduduk 284,4 juta jiwa lebih.
“Kompetisi kelompok umur seperti Elite Pro Academy (EFA) dan Piala Soeratin memang menjadi etalase pembinaan. Tapi belum bisa jadi contoh,” ungkapnya.
“EFA dan Soreatin belum bisa menjadi garansi lahirnya wonderkid-wonderkid dari tiap penjuru negeri, ini fakta,” tegas mantan Wakil Pemimpin Redaksi FIN itu.
Kenapa? Karena sistem ini terlalu bergantung pada klub-klub besar yang punya anggaran mapan.
Di sisi lain, Sekolah Sepak Bola (SSB) dari daerah-daerah terpencil, nyaris tak punya akses.
Minim Kompetisi Usia Dini
Bukan cuma soal dana, tapi juga minimnya kelompok umur dan frekuensi kompetisi yang tersedia.
Fakta di lapangan menunjukkan, tidak semua daerah rutin menyelenggarakan kompetisi kelompok umur.
“Coba tanya ke Asprov, Askot, atau Askab masing-masing. Banyak dari mereka justru bergantung pada momentum turnamen-turnamen dadakan,” ungkap Syaiful Amri.
Ironisnya, ajang seperti Liga TopSkor yang konsisten menggulirkan kompetisi bukan dijalankan oleh federasi, melainkan oleh pihak swasta.
Artinya, organisasi resmi daerah seperti Asprov, Askot, dan Askab masih belum berjalan sesuai harapan.
“Mereka pasif ketimbang proaktif, kecuali mungkin di Jawa Timur,” contoh Syaiful Amri.
Di Jawa Timur, kompetisi seperti Liga Persebaya menjadi contoh ideal, sederhana, teratur, dan intens.
“Hasilnya? Kita lihat sendiri: Ernando Ari, Marselino Ferdinan, Rizky Ridho, dan kini Brylian Aldama muncul dari sistem yang terstruktur,” ujar Syaiful Amri.
Arah sepak Bola Indonesia ke Depan
Syaiful Amri berharap PSSI, terutama Coach Simon Tahamata selaku Head of Scouting Timnas Indonesia, perlu membuka mata lebih lebar.
Jangan hanya menunggu bakat datang dari klub. Lihatlah ke sekolah-sekolah, ke kampus-kampus, ke Liga Pelajar dan Liga Mahasiswa.
“Itulah ladang sesungguhnya talenta muda Indonesia,” ujar pengurus PWI Pusat itu.
Partisipasi akan tumbuh dari semua lini: guru, kepala sekolah, orang tua, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Satu hal penting yaknu sponsorship akan datang ketika melihat sistem berjalan.
Pemerintah daerah tak harus mengucurkan dana besar ke klub-klub.
Cukup fasilitasi stadion, perangkat pertandingan, dan logistik penyelenggaraan Liga Pelajar yang rutin dan berjenjang.
Jepang Contoh Ideal
Di sana, pembinaan usia dini bukan semata tanggung jawab klub, tapi juga sekolah.
Kompetisi seperti All Japan High School Soccer Tournament digelar setiap tahun, melibatkan ribuan sekolah dan ditonton jutaan pasang mata.
Bakat-bakat seperti Takefusa Kubo, Kaoru Mitoma, hingga Ritsu Doan lahir dari sistem sekolah yang kuat.
Bahkan beberapa pemain masuk timnas langsung dari tim universitas karena kompetisinya sangat intens dan terukur.
Inilah yang harus ditiru PSSI, membangun kompetisi dari akar rumput, tidak elitis, tidak eksklusif, tapi inklusif dan merata dari Sabang sampai Merauke.
“Kalau ini bisa dijalankan, saya yakin benih-benih emas akan tumbuh subur,” ujar Syaiful Amri.
“Jepang sudah memberikan contoh bagaimana menciptakan Liga Pelajar kunci kekuatan Timnas sepak bola negara itu,” pungkas Syaiful Amri.
Refrensi untuk Indonesia
Kompetisi sepak bola pelajar di Jepang, yaitu All Japan High School Soccer Tournament.
Gelaran sudah bergulir sejak tanggal 28 Desember 2024 dan akan berlangsung hingga 13 Januari 2025.
All Japan High School Soccer Tournament: Tradisi Panjang Sepak Bola Pelajar Jepang
All Japan High School Soccer Tournament memang prestisiu karena diikuti seluruh sekolah secara berjenjang dari SMP dan SMA.
Liga ini resmi dimulai pada 28 Desember 2024 dan akan berlangsung hingga 13 Januari 2025.
Turnamen yang telah memasuki edisi ke-103 ini menjadi bagian penting dalam kalender sepak bola nasional Jepang.
Menariknya, Liga Pelajar jadi ajang pembuktian bagi para pemain muda berbakat dari seluruh penjuru Negeri Sakura.
Liga Pelajar di Bawah JFA
Rekomendasi Japan Football Association (JFA) Liga Pelajar melibatkan 48 tim dari 47 prefektur di Jepang.
Satu prefektur mendapatkan jatah dua wakil karena statusnya sebagai juara bertahan atau hasil seleksi ketat pada tingkat wilayah.
Ribuan pelajar bersaing sejak kualifikasi regional demi mendapatkan tiket ke putaran final yang kini tengah bergulir.
Format Sistem Gugur
Turnamen ini menggunakan format sistem gugur atau knock-out.
Rangkaian kompetisi dari babak pertama, kedua kemudian 16 besar.
Perempat final, semifinal, dan partai final di Stadion Nasional Tokyo.
Sistem ini menuntut setiap tim tampil maksimal sejak pertandingan awal. Tak ada ruang untuk kesalahan, karena satu kekalahan berarti langkah mereka terhenti.
Format ini pula yang kerap memunculkan kisah-kisah dramatis dan kejutan dari tim-tim nonunggulan.
Venue Bertaraf Profesional
Panitia telah menyiapkan tujuh venue untuk menggelar seluruh pertandingan.
Seluruh stadion merupakan markas resmi klub-klub J.League, liga profesional tertinggi di Jepang.
Penggunaan fasilitas ini tak hanya menjamin kualitas pertandingan dari sisi teknis, tetapi juga menjadi pengalaman tak terlupakan bagi para pemain muda.
Sementara, venue yang dipakai yakni Saitama Stadium 2002, Kashima Soccer Stadium, dan NACK5 Stadium Omiya.
Semuanya stadion tersebut pernah menjadi lokasi pertandingan internasional maupun liga profesional.
Lahirkan Bintang Masa Depan
All Japan High School Soccer Tournament bukan sekadar kompetisi, melainkan kawah candradimuka bagi pesepak bola masa depan Jepang.
Sejumlah nama besar yang kini menghiasi skuad nasional Jepang pernah tampil di ajang ini.
Salah satu di antaranya adalah Yuya Osako, penyerang andalan yang juga pernah berkarier di Bundesliga, Jerman.
Banyak pencari bakat dari klub-klub profesional hadir langsung menyaksikan pertandingan Liga Pelajar.
Kompetisi tersebut menjadikan turnamen ini sebagai jembatan emas menuju karier profesional bagi para pemain muda.
Lebih dari Sekadar Sepak Bola
Turnamen ini tak hanya bicara soal taktik dan skor akhir. Di balik setiap pertandingan, tersimpan semangat persahabatan, kerja keras, dan sportivitas.
Bagi para pelajar, turnamen ini menjadi momen yang akan mereka kenang sepanjang hidup bukan hanya karena trofi, tetapi bukti perjuangan sekolah serta keluarga.
Di tengah gempuran era digital dan kompetisi global, All Japan High School Soccer Tournament tetap bertahan sebagai salah satu simbol penting pembinaan usia muda di Jepang.
Lebih dari satu abad lamanya, turnamen ini terus menjadi saksi lahirnya mimpi-mimpi besar dari lapangan hijau sekolah. (luf)