Hukum  

Kronologi Kisruh PSEL TPA Rawa Kucing Tangerang Terendus

Kronologi Kisruh PSN TPA Rawa Kucing
Sudah ada TPA Rawa Kucing mengapa Jalan H Ahmad Dahlan Petir Cipondoh, Kota Tangerang dipenuhi sampah sejak sepekan terakhir.

KIRKA – Hingga September 2025, adendum PSEL TPA Rawa Kucing ternyata masih menggantung. Pemerintah Kota Tangerang tak kunjung menandatangani dokumen penting itu.

Pertanyaannya sederhana, ada apa di balik jeda ini? Bukankah proyek ini masuk kategori Proyek Strategis Nasional (PSN) sejak era Presiden Joko Widodo dan kini diteruskan Presiden Prabowo?

Yang terjadi justru sebaliknya. Pemkot Tangerang memainkan drama panjang: proyek yang awalnya mereka jual sebagai solusi, kini justru berubah jadi skenario penuh tanda tanya.

Lelang Mulus, Tapi Sarat Misteri

Data yang diterima menunjukkan, Pemkot membuka dokumen Request for Proposal (RFP) pada Juli 2019. Tak butuh waktu lama, konsorsium Oligo Partner keluar sebagai pemenang tender pada 31 Maret 2020.

Publik sempat menaruh harapan. Krisis sampah Rawa Kucing seolah akan menemukan jalan keluar. Namun, harapan itu cepat berubah jadi keraguan begitu detail perjanjian mulai terkuak.

PKS dan Addendum: Semakin Dibaca, Semakin Janggal

PKS pertama diteken pada 9 Maret 2022. Selanjutnya, Addendum I lahir pada 9 Oktober 2023, disusul Addendum II pada 12 Februari 2024.

Alih-alih menjernihkan, setiap addendum justru menambah keruh.

Dalam dokumen lelang, Pemkot menetapkan BLPS Tahap I Rp95 ribu/ton dan Tahap II Rp320 ribu/ton. Oligo mengajukan lebih rendah: Rp85 ribu/ton (Tahap I) dan Rp315 ribu/ton (Tahap II).

Namun dalam PKS 2022, BLPS Tahap I malah “dihilangkan” alias Rp0/ton, sementara Tahap II ditetapkan Rp310 ribu/ton. Addendum berikutnya hanya mengukuhkan skema aneh ini.

Publik pun bertanya: untuk apa ada dokumen lelang, kalau ujung-ujungnya bisa dihapus dan diubah sesuka hati?

Teknis Bergeser: Dari PLT Biogas ke PLT

Awalnya, Oligo menjanjikan PLT Biogas 9,1 MW, PLT RDF 23 MW, harga listrik 13,35 cent sesuai Perpres 35/2018, dengan masa operasi 25 tahun.

Namun pada 7 Juni 2023, PLN menolak studi kelayakan karena PLT Biogas dianggap tak sesuai regulasi. Oligo lalu menghapus rencana PLT Biogas, menaikkan kapasitas listrik jadi 40 MW, dan menurunkan harga jual ke 11,5 cent.

Logikanya jelas dipertanyakan: jalan dulu, dokumen belakangan.

Pemkot Lari dari Kewajiban?

Sejak awal, Pemkot memikul tanggung jawab utama: mulai BLPS hingga infrastruktur.

Tapi beban itu pelan-pelan dialihkan ke Oligo. Saat Oligo kewalahan, konsorsium tinggal menoleh ke pusat dan meminta dukungan tambahan.

Pada titik ini, publik makin bingung: proyek ini sebenarnya untuk siapa? Warga Tangerang, atau segelintir pemain di belakang konsorsium?

Kronologi Aneh yang Tak Pernah Usai
  1. BLPS diutak-atik: dari tanggung jawab Pemkot, tiba-tiba hilang di Tahap I.
  2. Aspek teknis dipelintir: PLT Biogas yang dulu dijanjikan, raib tanpa jejak.
  3. Kewajiban dialihkan: Pemkot lepas tangan, BUP menanggung, pusat diseret.
  4. Inkonsistensi dokumen: lelang, proposal, PKS, addendum—semuanya bercerita lain.

Solusi atau Ilusi?

Para pejabat masih terus menjual proyek ini sebagai solusi elegan untuk krisis sampah. Tetapi catatan di atas justru membuat publik mencium bau lain.

Hingga September 2025, masyarakat menunggu jawaban.

Rawa Kucing akan benar-benar bersih—atau justru hanya menyimpan skandal baru yang disapu di bawah karpet proyek PSN.