Hukum  

Oknum Pejabat BPPRD Lampung Tengah Kena Smash Hakim

Kirka.co
Suasana Gelaran Sidang Lanjutan Perkara Korupsi Pajak Air Tanah Pada BPPRD Kabupaten Lampung Tengah, Yang Digelar Di PN Tanjungkarang, Kamis 5 Agustus 2021, Atas Nama Terdakwa Yunizar. Foto Eka Putra

KIRKAOknum Pejabat di BPPRD Lampung Tengah memberikan kesaksian pada persidangan lanjutan perkara korupsi pajak air tanah di lingkungan BPPRD.

Secara bergantian mendapat smash dari Hakim lantaran keduanya berbelit-belit dalam berikan keterangannya di PN Tanjungkarang.

Dari lima saksi yang dihadirkan, terdapat dua nama oknum pejabat BPPRD Kabupaten Lampung Tengah yang memberikan keterangannya di hadapan tiga Majelis Hakim kali ini, diantaranya Dedi Setiawan selaku Kepala Bidang Pajak II BPPRD, serta Achmad Heri Setiawan selaku Kasubid Perhitungan dan penetapan Pajak Daerah BPPRD Kabupaten Lampung Tengah.

Emosi ketiga Hakim mulai memuncak ketika dua saksi yang dalam dakwaan Jaksa disebut telah membantu terdakwa Yunizar melakukan korupsi pada perkara ini, mengaku hanya menjalankan perintah terdakwa selaku atasannya tersebut.

“Kenapa Heri dan Dedi mau melakukannya?” tanya Hakim Baharudin Naim.

“Perintah atasan Yang Mulia,” jawab saksi Heri dan Dedi.

“Oooh perintah ya, memang enak kalau bilang perintah, apa lagi orangnya sudah mati, enak lagi melempar alasannya,” sanggah Baharudin Naim.

Usai Hakim Anggota Baharudin Naim berkomentar tajam atas apa yang disampaikan oleh kedua saksi tersebut, giliran Hakim Anggota Medi Syahrial berbicara dengan nada geram seraya mendengar pengakuan “Lugu” keduanya.

“Ingat ya, korupsi ini tidak akan berjalan jika tak ada peranan saudara berdua, tidak ada alasan saudara tidak menolak kalau memang hanya menjalankan perintah, buktinya saudara mengerjakannya dengan enjoy, tidak melaporkan lagi, kan tahu ini salah, diulang lagi diulang lagi,” ujarnya dengan geram.

“Saudara lebih takut kehilangan jabatan dari pada berbuat benar, konsekuensinya jika saudara terbukti membantu ya ikut jadi terdakwa, saya bicara serius ini, ini bukan obrolan di warung kopi, ini di pengadilan,” tegas Hakim anggota Medi Syahrial.

Tak usai kemarahan kedua Hakim Anggota, pada gelaran persidangan lanjutan di Kamis 5 Agustus 2021 ini, Ketua Majelis Hakim Efiyanto D pun ikut berkomentar atas apa yang telah disampaikan oleh kedua oknum pejabat tersebut, sampai- sampai disebut tak takut mati.

“Saudara berdua sudah disumpah di bawah Al-quran kan, apa nggak takut mati kalian?, Jangan coba-coba berani berbohong, ada pasal yang mengatur jika terbukti berbohong, minimal hukuman penjara tiga tahun, jangan pikir kami nggak berani menetapkan itu,” ungkap Hakim Efiyanto D.

Sementara diketahui sebelumnya, pada dakwaan Jaksa yang dibacakan pada gelaran persidangan pekan kemarin, Dedi Setiawan selaku Kabid Pajak II BPPRD bersama dengan saksi Achmad Heri Setiawan selaku Kasubid Perhitungan dan penetapan Pajak Daerah BPPRD diperintah oleh terdakwa Yunizar selaku atasan keduanya untuk membuat dua surat Ketetapan Pajak Daerah yang diketahui salah satunya palsu.

SKPD yang palsu ditujukan untuk mendapatkan selisih dari kewajiban pembayaran yang asli, yang nantinya disodorkan ke pihak PT GGP, yang selanjutnya sisa dari setoran pajak diberikan kepada Yunizar.

Surat Ketetapan Pajak Daerah yang ganda tersebut, dibuat oleh Dedi dan Achmad dengan meminta bantuan Aswan Noor, selaku operator SIPAD dan staf pada Bidang pajak 2 BPPRD Kabupaten Lampung Tengah.

Didalam dakwaan Yunizar, disebutkan bahwa Dedi dan Achmad mulanya menolak memenuhi keinginan terdakwa, namun keduanya merasa takut lantaran terancam jabatan keduanya akan diisi oleh orang lain.

Akibat ulah kerjasama antar para oknum pegawai BPPRD Kabupaten Lampung Tengah Tersebut, negara dirugikan sebanyak total Rp983.042.204 (Sembilan ratus delapan puluh tiga juta empat puluh dua ribu dua ratus empat rupiah).

Dengan rincian selisih yang terhitung di 2017 yakni, Rp309.892.168 (Tiga ratus sembilan juta delapan ratus sembilan puluh dua ribu seratus enam puluh delapan rupiah) pada triwulan III, Rp199.983.274 (Seratus sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus delapan puluh tiga ribu dua ratus tujuh puluh empat rupiah) pada triwulan IV.

Sedang di 2018, terdapat selisih Rp106.379.772 (Seratus enam juta, tiga ratus tujuh puluh sembilan ribu tujuh ratus tujuh puluh dua rupiah) pada triwulan I, dan Rp138.304.522 (Seratus tiga puluh delapan juta tiga ratus empat ribu lima ratus dua puluh dua rupiah) Rp228.482.468 (Dua ratus dua puluh delapan juta empat ratus delapan puluh dua ribu empat ratus enam puluh delapan rupiah) pada triwulan II dan III.